A. RELAKSASI
1. Pengertian
Menurut pendapat Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu
dan Manrihu, 1996: 320) Relaksasi dapat diartikan sebagai:
Usaha untuk mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.
Usaha untuk mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.
Adapun pendapat Benson (Buchori, 2008: 10) Relaksasi
adalah prosedur empat langkah yang melibatkan:
a.
menemukan suasana lingkungan yang
tenang;
b.
mengendorkan otot-otot tubuh secara
sadar;
c.
selama sepuluh sampai dua puluh
menit memusatkan diri pada perangkat mental;
d.
menerima dengan sikap yang pasif
terhadap pikiran-pikiran yang sedang bergolak.
Sedangkan menurut Hakim (2004: 41) relaksasi merupakan
suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun
pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian
instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara
sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan
tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan
sampai kepada gerakan kaki. Dengan kendornya otot-otot tubuh, yang tegang
menjadi rileks (santai), maka akan tercipta suasana perasaan yang tenang dan
nyaman. Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan
tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol pula.
2.
Metode
dasar relaksasi
Metode dasar relaksasi adalah suatu proses melawan efek
otonomis yang menyertai rileksasi dengan kecemasan dan ketegangan sehingga akan
menimbulkan counter conditioning atau penghilangan.
3.
Manfaat
relaksasi
·
Mampu meningkatkan
kesehatan secara umum dengan mempelancar proses metabolisme tubuh, laju denyut
jantung, peredaran darah, dan mengatasi berbagai macam problem penyakit
·
Mendorong racun dan kotoran
dalam darah keluar dari tubuh
·
Menurunkan tingkat
agretifitas dan perilaku-perilaku buruk dari dampak stres seperti mengkonsumsi
alkohol serta obat-obat terlarang
·
Menurunkan tingkat
egosentris ehingga hubungan intra personal ataupun interpersonal menjadi lancar
·
Mengurangi kecemasan
·
Pada anak-anak dapat
meningkatkan intelegency meliputi karakter kognitif, matematis, logis, serta
karakter afektif, relational, kreatif dan emosional
·
Meningkatkan rasa harga
diri dan keyakinan diri
·
Pola pikir akan menjadi
lebih matang
·
Mampu mempermudah dalam
mengendalikan diri
·
Mengurangi stres secara
keseluruhan, meraih kedamaian dan keseimbangan emosional yang tinggi
·
Meningkatkan
kesejahteraan
4. Tujuan Teknik Relaksasi
a.
Tujuan pokok relaksasi
adalah membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki
berbagai aspek kesehatan fisik.
b.
Membantu individu untuk
dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil
respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.
5. Jenis-Jenis Teknik
Relaksasi
Lichstein
(1988), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:
a.
Autogenic Training Yaitu suatu prosedur
relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada
bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau
tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert
rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega
karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi
yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau, yang tenang
dan sebagainya.
b.
Progressive Training Adalah prosedur teknik
relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih
lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan
berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan
tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang
diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.
c.
Meditation Adalah prosedur klasik
relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton
dan berulang (memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai focus
perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil
posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam.
Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi
harus menyisakan suatu kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya
orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi
terhadap lingkungannya.
6. Prinsip
Teknik Relaksasi
a.
Teknik
relaksasi adalah seni keterampilan dan pengetahuan, sehingga ketika seseorang
berusaha meraih kesehatan lahir batinnya melalui metode relaksasi, dianjurkan
untuk memahami benar, apa yang akan diupayakan dan apa yang diharapkan dari
hasilnya.
b.
Relaksasi dapat menjadi
suatu kegiatan harian yang rutin, semakin sering dan teratur teknik relaksasi
ini diterapkan maka diri konseli akan semakin rileks.
7.
Kendala
Penggunaan Teknik Relaksasi
a. Pelaksanaan
teknik relaksasi memerlukan waktu yang relative lama (karena dilakukan berulang-ulang
atau tidak hanya sekali)
b. Pelaksanaanya
membutuhkan tempat yang kondusif (nyaman dan tenang)
c. Konseli
yang kurang bisa memfokuskan pikiran atau konsentrasinya dapat menghambat
pelaksaan teknik relaksasi
d. Membutuhkan
sarana dan prasarana yang cukup banyak
Selain itu, menurut Nadjamuddin
keterbatasan dalam pelaksanaan relaksasi antara lain disebabkan karena adanya
faktor:
1.
Faktor Teknis: Faktor teknis ini
meliputi kurang terampilnya instruktur dalam memberikan instruksi, sehingga
kesannya kaku; media yang digunakan dalam relaksasi kurang begitu diperhatikan;
kondisi ruangan kurang diperhatikan.
2.
Faktor dari Dalam Diri
Konseli; Konseli kurang bisa
mengontrol diri; konseli salah kostum; konseli mengutamakan nilai pribadinya
3.
Faktor dari Masalah
Konseli itu Sendiri; Beratnya
masalah yang dihadapi konseli itu membuatnya dikuasai masalah tersebut padahal
seharusnya dia harus mampu menguasai masalah tersebut. Meskipun dia sudah
beberapa kali diterapi kurang menunjukkan perubahan yang lebih baik.
8.
Prosedur
Aplikasi Teknik Relaksasi
Dalam
menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang
harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak
mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang
kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil
posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam
pelaksanaan teknik relaksasi.
Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, konseli harus terlebih dahulu mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya. Tubuh adalah satu kesatuan system unik yang terdiri dari beberapa sub-sistem seperti system pencernaan, system pernafasan, system saraf, system rangka, dan sebagainya. Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri auatupun berbaring yang penting dapat membawa konseli ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.
Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, konseli harus terlebih dahulu mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya. Tubuh adalah satu kesatuan system unik yang terdiri dari beberapa sub-sistem seperti system pencernaan, system pernafasan, system saraf, system rangka, dan sebagainya. Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri auatupun berbaring yang penting dapat membawa konseli ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.
Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan
teknik relaksasi antara lain:
a. Lingkungan Fisik
1)
Kondisi Ruangan; Ruang yang digunakan
untuk latihan relaksasi harus tenang, segar, nyaman, dan cukup penerangan
sehingga memudahkan konseli untuk berkonsentrasi.
2)
Kursi; Dalam relaksasi perlu
digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerakkan otot dengan
konsentrasi penuh; seperti menggunakan kursi malas, sofa, kursi yang ada
sandarannya atau mungkin dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur
3)
Pakaian; Saat latihan relaksasi
sebaiknya digunakan pakaian yang longgar dan hal-hal yang mengganggu jalannya
relaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pingga) dilepas dulu.
b.
Lingkungan yang ada dalam Diri
Konseli
Individu harus mengetahui bahwa:
1)
Latihan relaksasi merupakan suatu
ketrampilan yang perlu dipelajari dalam waktu yang relatif lama dan individu
harus disiplin serta teratur dalam melaksanakannya
2)
Selama frase permulaan latihan
relaksasi dapat dilakukan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama frase
tengah dan lanjut dapat dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam
seminggu. Jumlah sesion tergabtung pada keadaan individu dan stress yang
dialaminya
3)
Ketika latihan relaksasi kita
harus mengamati bahwa bermacam-macam kelompok otot secara sistematis tegang dan
rileks
4)
Dalam melakukan latihan relaksasi
individu harus dapat membedakan perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya
5)
Setelah suatu kelompok otot rileks
penuh, bila individu mengalami ketidakenakan ketidakenakan, sebaiknya kelompok
otot tersebut tidak digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak
posisinya
6)
Saat relaksasi mungkin individu
mengalami perasaan yang tidak umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang
mengambang di udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot
yang tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini
merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan tersebut masih
mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi dengan membuka mata, bernafas
sedikit dalam dan pelan-pelan, mengkontraksikan seluruh badan kecuali relaksasi
dapat diulangi lagi.
7)
Waktu relaksasi individu tidak
perlu takut kehilangan kontrol karena ia tetap berada dalam kontrol yang dasar
8)
Kemampuan untuk rileks dapat
bervariasi dari hari ke hari
9)
Relaksasi akan lebih efektif
apabila dilakukan sebagai metode kontrol diri
B. DESENSITISASI
SISTEMATIS
1. Pengertian
Desensitisasi adalah salah
satu tehnik yang paling luas di gunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi
sistematik di gunakan untuk menghapus tingkah laku yng di perkuat secara
negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan
dengan tingkah laku yang hendak di hapuskan itu. Dengan pengkondisian klasik,
respon- respon yang tidak di kehendaki dapat di hilangkan secara bertahap.
Desensitisasi
sistematis, yaitu suatu upaya untuk mereduksi kecemasan yang tampak melalui
proses reciprocal inhibition, suatu prosedur counterconditioning dimana suatu
respon yang bertentangan meningkat menghasilkan kecemasan. Secara khusus respon
yang bertentangan untuk Desensitisasi adalah relaksasi otot, dan diberikan
dalam tiga tahap, yaitu mengkonstruk suatu situasi rangsang secara hirarkis,
dan memasangkan situasi rangsang yang ditampilkan dengan dipasangkan diberikan
dengan secara situasi-situasi sistematis dan yang latihan relaksasi.
Desensitisasi
diperkenalkan pertama sekali tahun 1969 oleh Gale dan Ayers, sedangkan Machen
dan Jhonson tahun 1975 memperkenalkan Preventive Desensization yang banyak
digunakan pada kunjungan pertama anak kedokter gigi misalnya untuk tindakan
profilaksis, perawatan dengan pemberian fluor atau menyikat gigi.
Wolp dan
Lazarus memperkenalkan teknik dari desensitisasi yang terdiri dari 3 tahap,
yaitu :
- Melatih pasien untuk rileks.
- Menyusun secara berurutan rangsangan yang
menyebabkan pasien merasa takut atau cemas yaitu hal yang paling
menakutkan sampai hal yang tidak menakutkan.
- Mulailah memberikan rangsangan secara berurutan
pada pasien yang rileks tersebut. Dimulai dengan rangsangan yang
menyebabkan rasa takut yang paling ringan dan berlanjut ke rangsangan yang
berikutnya. Rangsangan ini ditingkatkan manurut urutan yang telah disusun.
2. Sejarah
Teknik Desensitisasi Sistematik
Nietzel dan
Berstein (1987) mengemukakan tentang latar belakang sejarah teknik ini antara
lain tokoh Watson dan Rayner melihat bahwa rasa takut dipelajari lewat
conditioning , demikian juga sebaliknya rasa takut dapat dihilangkan lewat
counter conditioning-nya. Tahun 1920-an Johannes Schulz, psikolog Jerman,
mengembangkan teknik “Autogenic training” yang mengkombinasikan hypnosis,
relaksasi dan autosugesti untuk klien yang mengalami kecemasan. Tahun 1935
Guthrie mengemukakan beberapa teknik untuk menghapus kebiasaan maladaptiv
termasuk kecemasan; dengan menghadapkan individu yang mengalami fobia pada
stimulus yang tidak dapat menimbulkan kecemasan secara gradual ditingkatkan ke
stimulus yang lebih kuat menimbulkan ketakutan.
Desensitisasi sistematis pertama kali disebutkan
sebagai suatu terminology dalam buku Joseph Wolpe tahun 1958 tentang
Psychotherapy by Reciprocal Inhibition (Nietzel & Berstein, 1987). John
Wolpe mengembangkan suatu hipotesis bahwa untuk menghilangkan respon yang tidak
dikehendaki dapat dilakukan dengan counter conditioning , menunjukkan
individu dalam situasi belajar baru dengan memasangkan pengalaman yang tidak
menyenangkan dengan pengalaman yang menyenangkan (Martin & Pear, 2003).
Wolpe (dalam Corey, 2005) juga mengatakan bahwa systematic desensitization
adalah teknik terapi untuk segenap tingkah laku neurotic yang merupakan
ungkapan atau symptom dari kecemasan dan bahwa respon kecemasan dapat dihapus
oleh penemuan respon-respon yang secara inheren berlawanan dengan respon
tersebut. Dengan pengkondisian klasik, kekuatan stimulus penghasil kecemasan
dapat dilemahkan dan gejala kecemasan dapat dikendalikan dan dihapus
melalui penggantian stimulus.
3.
Ciri - Ciri Desensitisasi Sistematik
Adapun
ciri-ciri desensitisasi sistematik itu sendiri adalah :
a.
Pemusatan
perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b.
Kecermatan
dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c.
Perumusan
prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d.
Penaksiran
obyektif atau hasil-hasil terapi.
4. Tujuan Desensitisasi
Sistematik
Tujuan dari desensitisasi sistematik itu adalah
menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap tingkah laku adalah
dipelajari. Ada beberapa kesalahpahaman tentang tujuan desensitisasi sistematik, antara
lain :
a.
Bahwa tujuan
desensitisasi sistematik semata-mata
menghilangkan gejala suatu gangguan tingkah laku dan setelah gejala itu
terhapus, gejala baru akan muncul karena penyebabnya tidak ditangani.
b.
Tujuan klien
ditentukan dan dipaksanakan oleh desensitisasi
sistematik (terapi tingkah laku).
5. Prosedur
Pelaksanaan Desensitisasi Sistematik
Desensitisasi
sistematik menggunakan teknik relaksasi. Cara yang digunakan dalam keadaan
santai, stimulus yang menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang
menimbulkan keadaan santai. Pemasangan secara berulang-ulang sehingga stimulus
yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.
Desensitisasi
diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak
konsisten dengan kecemasan. Klien dilatih untuk santai dan
mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit
kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan. Situasi-situasi dihadirkan
dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam menuju yang sangat
mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respon kecemasan
itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon
relaksasi; yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan , yang secara
sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam.
Prosedur
pengkondisian desensitisasi sistematis:
- Desensitisasi sistematis dimulai dengan suatu
analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan
kecemasan dalam suatu wilayah tertentu, seperti penolakan, rasa iri,
ketidaksetujuan atau fobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu
tingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam area tertentu.
- Terapis menyusun suatu daftar yang bertingkat
mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan
atau penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang
membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah hingga situasi yang
paling buruk yang dapat dibayangkan oleh klien.
- Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama
klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat
laun pengendoran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan
santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, klien diberitahu tentang
cara relaksasi dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan
bagian-bagian tubuh tertentu.
- Latihan relaksasi berdasarkan teknik yang
digariskan oleh Jacobson dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe. Pemikiran
dan pembayangan (imagery) situasi-situasi yang membuat santai
seperti duduk di pinggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah
sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa klien mencapai keadaan
tenang dan damai. Klien diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan
bagian tubuh dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan terlebih
dahulu, diikuti oleh kepala, leher dan pundak, punggung, perut, dada dan
kemudian anggta-anggota badan bagian bawah. Klien diminta untuk
mempraktekkan relaksasi di luar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit
lamanya setiap hari. Apabila klien telah dapat belajar untuk santai dengan
cepat, maka prosedur desensitisasi dapat dimulai.
- Proses desensitisasi melibatkan keadaan di mana
klien sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis mencerikan
serangkaian situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada
dalam situasi yang diceritakan oleh terapis tersebut. Situasi yang netral
diungkapkan, dan klien diminta untuk membayangkan dirinya berada dalam
situasi didalamnya. Jika klien mampu tetap santai, maka dia diminta
untuk membayangkan situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya
paling rendah. Terapis bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara
bertingkat sampai klien menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan
pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Kemudian relaksasi dimulai
lagi, dan klien kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi
yang diungkapkan terapis. Treatmen diangggap selesai apabila klien mampu
untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling
menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar