Translate

Sabtu, 20 Oktober 2012

RELAKSASI DAN DESENSITISASI SISTEMATIS


  A.    RELAKSASI
1.    Pengertian
Menurut pendapat Cormier dan Cormier, 1985 (Abimanyu dan Manrihu, 1996: 320) Relaksasi dapat diartikan sebagai:
Usaha untuk mengajari seseorang untuk relaks, dengan menjadikan orang itu sadar tentang perasaan-perasaan tegang dan perasaan-perasaan relaks kelompok-kelompok otot utama seperti tangan, muka, dan leher, dada, bahu, punggung, perut, dan kaki.
Adapun pendapat Benson (Buchori, 2008: 10) Relaksasi adalah prosedur empat langkah yang melibatkan:
a.         menemukan suasana lingkungan yang tenang;
b.        mengendorkan otot-otot tubuh secara sadar;
c.         selama sepuluh sampai dua puluh menit memusatkan diri pada perangkat mental;
d.        menerima dengan sikap yang pasif terhadap pikiran-pikiran yang sedang bergolak.
Sedangkan menurut Hakim (2004: 41) relaksasi merupakan suatu proses pembebasan diri dari segala macam bentuk ketegangan otot maupun pikiran senetral mungkin atau tidak memikirkan apapun.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki. Dengan kendornya otot-otot tubuh, yang tegang menjadi rileks (santai), maka akan tercipta suasana perasaan yang tenang dan nyaman. Perasaan yang tenang dan nyaman akan menopang lahirnya pola pikir dan tingkah laku yang positif, normal dan terkontrol pula.
2.    Metode dasar relaksasi
Metode dasar relaksasi adalah suatu proses melawan efek otonomis yang menyertai rileksasi dengan kecemasan dan ketegangan sehingga akan menimbulkan counter conditioning atau penghilangan.
3.    Manfaat relaksasi
·           Mampu meningkatkan kesehatan secara umum dengan mempelancar proses metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran darah, dan mengatasi berbagai macam problem penyakit
·           Mendorong racun dan kotoran dalam darah keluar dari tubuh
·           Menurunkan tingkat agretifitas dan perilaku-perilaku buruk dari dampak stres seperti mengkonsumsi alkohol serta obat-obat terlarang
·           Menurunkan tingkat egosentris ehingga hubungan intra personal ataupun interpersonal menjadi lancar
·           Mengurangi kecemasan
·           Pada anak-anak dapat meningkatkan intelegency meliputi karakter kognitif, matematis, logis, serta karakter afektif, relational, kreatif dan emosional
·           Meningkatkan rasa harga diri dan keyakinan diri
·           Pola pikir akan menjadi lebih matang
·           Mampu mempermudah dalam mengendalikan diri
·           Mengurangi stres secara keseluruhan, meraih kedamaian dan keseimbangan emosional yang tinggi
·           Meningkatkan kesejahteraan
4.    Tujuan Teknik Relaksasi
a.         Tujuan pokok relaksasi adalah membantu orang menjadi rileks, dan dengan demikian dapat memperbaiki berbagai aspek kesehatan fisik.
b.        Membantu individu untuk dapat mengontrol diri dan memfokuskan perhatian sehingga ia dapat mengambil respon yang tepat saat berada dalam situasi yang menegangkan.

5.    Jenis-Jenis Teknik Relaksasi
Lichstein (1988), mengemukakan jenis-jenis teknik relaksai antara lain:
a.         Autogenic Training Yaitu suatu prosedur relaksasi dengan membayangkan (imagery) sensasi-sensasi yang meyenagkan pada bagian-bagian tubuh seperti kepala, dada, lengan, punggung, ibu jari kaki atau tangan, pantan, pergelangan tangan. Sensasi-sensasi yang dibayangkan itu sepert rasa hangat, lemas atau rileks pada bagian tubuh tertentu, juga rasa lega karena nafas yang dalam dan pelan. Sensasi yang dirasakan ini diiringi dengan imajinasi yang meyenangkan misalnya tentang pemandangan yang indah, danau, yang tenang dan sebagainya.
b.        Progressive Training Adalah prosedur teknik relaksasi dengan melatih otot-otot yang tegang agar lebih rileks, terasa lebih lemas dan tidak kaku. Efek yang diharapkan adalah proses neurologis akan berjalan dengan lebih baik. Karena ada beberapa pendapat yang melihat hubungan tegangan otot dengan kecemasan, maka dengan mengendurkan otot-otot yang tegang diharapkan tegangan emosi menurun dan demikian sebaliknya.
c.         Meditation Adalah prosedur klasik relaksasi dengan melatih konsentrasi atau perhatian pada stimulus yang monoton dan berulang (memusatkan pikiran pada kata/frase tertentu sebagai focus perhatiannya ), biasanya dilakukan dengan menutup mata sambil duduk, mengambil posisi yang pasif dan berkonsentrasi dengan pernafasan yang teratur dan dalam. Ketenangan diri dan perasaan dalam kesunyian yang tercipta pada waktu meditasi harus menyisakan suatu kesadaran diri ynag tetap terjaga, meskipun nampaknya orang yang melakukan meditasi sedang berdiam diri/terlihat pasif dan tidak bereaksi terhadap lingkungannya.

6.    Prinsip Teknik Relaksasi
      a.       Teknik relaksasi adalah seni keterampilan dan pengetahuan, sehingga ketika seseorang berusaha meraih kesehatan lahir batinnya melalui metode relaksasi, dianjurkan untuk memahami benar, apa yang akan diupayakan dan apa yang diharapkan dari hasilnya.
      b.      Relaksasi dapat menjadi suatu kegiatan harian yang rutin, semakin sering dan teratur teknik relaksasi ini diterapkan maka diri konseli akan semakin rileks.

7.    Kendala Penggunaan Teknik Relaksasi
     a.       Pelaksanaan teknik relaksasi memerlukan waktu yang relative lama (karena dilakukan berulang-ulang atau tidak hanya sekali)
      b.      Pelaksanaanya membutuhkan tempat yang kondusif (nyaman dan tenang)
      c.       Konseli yang kurang bisa memfokuskan pikiran atau konsentrasinya dapat menghambat pelaksaan teknik relaksasi
      d.      Membutuhkan sarana dan prasarana yang cukup banyak
Selain itu, menurut Nadjamuddin keterbatasan dalam pelaksanaan relaksasi antara lain disebabkan karena adanya faktor:
1.        Faktor Teknis: Faktor teknis ini meliputi kurang terampilnya instruktur dalam memberikan instruksi, sehingga kesannya kaku; media yang digunakan dalam relaksasi kurang begitu diperhatikan; kondisi ruangan kurang diperhatikan.
2.        Faktor dari Dalam Diri Konseli; Konseli kurang bisa mengontrol diri; konseli salah kostum; konseli mengutamakan nilai pribadinya
3.        Faktor dari Masalah Konseli itu Sendiri; Beratnya masalah yang dihadapi konseli itu membuatnya dikuasai masalah tersebut padahal seharusnya dia harus mampu menguasai masalah tersebut. Meskipun dia sudah beberapa kali diterapi kurang menunjukkan perubahan yang lebih baik.
8.    Prosedur Aplikasi Teknik Relaksasi
Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.
Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, konseli harus terlebih dahulu mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya. Tubuh adalah satu kesatuan system unik yang terdiri dari beberapa sub-sistem seperti system pencernaan, system pernafasan, system saraf, system rangka, dan sebagainya. Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri auatupun berbaring yang penting dapat membawa konseli ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah.
Persiapan-persiapan yang perlu dilakukan sebelum menerapkan teknik relaksasi antara lain:
a.       Lingkungan Fisik
1)   Kondisi Ruangan; Ruang yang digunakan untuk latihan relaksasi harus tenang, segar, nyaman, dan cukup penerangan sehingga memudahkan konseli untuk berkonsentrasi.
2)   Kursi; Dalam relaksasi perlu digunakan kursi yang dapat memudahkan individu untuk menggerakkan otot dengan konsentrasi penuh; seperti menggunakan kursi malas, sofa, kursi yang ada sandarannya atau mungkin dapat dilakukan dengan berbaring di tempat tidur
3)   Pakaian; Saat latihan relaksasi sebaiknya digunakan pakaian yang longgar dan hal-hal yang mengganggu jalannya relaksasi (kacamata, jam tangan, gelang, sepatu, ikat pingga) dilepas dulu.
b.      Lingkungan yang ada dalam Diri Konseli
Individu harus mengetahui bahwa:
1)   Latihan relaksasi merupakan suatu ketrampilan yang perlu dipelajari dalam waktu yang relatif lama dan individu harus disiplin serta teratur dalam melaksanakannya
2)   Selama frase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama frase tengah dan lanjut dapat dilakukan selama 15-20 menit, dua atau tiga kali dalam seminggu. Jumlah sesion tergabtung pada keadaan individu dan stress yang dialaminya
3)   Ketika latihan relaksasi kita harus mengamati bahwa bermacam-macam kelompok otot secara sistematis tegang dan rileks
4)   Dalam melakukan latihan relaksasi individu harus dapat membedakan perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya
5)   Setelah suatu kelompok otot rileks penuh, bila individu mengalami ketidakenakan ketidakenakan, sebaiknya kelompok otot tersebut tidak digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak posisinya
6)   Saat relaksasi mungkin individu mengalami perasaan yang tidak umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan, kontraksi otot yang tiba-tiba dan sebagainya, maka tidak perlu takut; karena sensasi ini merupakan petunjuk adanya relaksasi. Akan tetapi jika perasaan tersebut masih mengganggu proses relaksasi maka dapat diatasi dengan membuka mata, bernafas sedikit dalam dan pelan-pelan, mengkontraksikan seluruh badan kecuali relaksasi dapat diulangi lagi.
7)   Waktu relaksasi individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena ia tetap berada dalam kontrol yang dasar
8)   Kemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hari
9)   Relaksasi akan lebih efektif apabila dilakukan sebagai metode kontrol diri

  B.     DESENSITISASI SISTEMATIS
1.    Pengertian
Desensitisasi  adalah salah satu tehnik yang paling luas di gunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik di gunakan untuk menghapus tingkah laku yng di perkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak di hapuskan itu. Dengan pengkondisian klasik, respon- respon yang tidak di kehendaki dapat di hilangkan secara bertahap.
Desensitisasi sistematis, yaitu suatu upaya untuk mereduksi kecemasan yang tampak melalui proses reciprocal inhibition, suatu prosedur counterconditioning dimana suatu respon yang bertentangan meningkat menghasilkan kecemasan. Secara khusus respon yang bertentangan untuk Desensitisasi adalah relaksasi otot, dan diberikan dalam tiga tahap, yaitu mengkonstruk suatu situasi rangsang secara hirarkis, dan memasangkan situasi rangsang yang ditampilkan dengan dipasangkan diberikan dengan secara situasi-situasi sistematis dan yang latihan relaksasi.
Desensitisasi diperkenalkan pertama sekali tahun 1969 oleh Gale dan Ayers, sedangkan Machen dan Jhonson tahun 1975 memperkenalkan Preventive Desensization yang banyak digunakan pada kunjungan pertama anak kedokter gigi misalnya untuk tindakan profilaksis, perawatan dengan pemberian fluor atau menyikat gigi.
Wolp dan Lazarus memperkenalkan teknik dari desensitisasi yang terdiri dari 3 tahap, yaitu :
  1. Melatih pasien untuk rileks.
  2. Menyusun secara berurutan rangsangan yang menyebabkan pasien merasa takut atau cemas yaitu hal yang paling menakutkan sampai hal yang tidak menakutkan.
  3. Mulailah memberikan rangsangan secara berurutan pada pasien yang rileks tersebut. Dimulai dengan rangsangan yang menyebabkan rasa takut yang paling ringan dan berlanjut ke rangsangan yang berikutnya. Rangsangan ini ditingkatkan manurut urutan yang telah disusun.
2.    Sejarah Teknik Desensitisasi Sistematik
Nietzel dan Berstein (1987) mengemukakan tentang latar belakang sejarah teknik ini antara lain tokoh Watson dan Rayner melihat bahwa rasa takut dipelajari lewat conditioning , demikian juga sebaliknya rasa takut dapat dihilangkan lewat counter conditioning-nya. Tahun 1920-an Johannes Schulz, psikolog Jerman, mengembangkan teknik “Autogenic training” yang mengkombinasikan hypnosis, relaksasi dan autosugesti untuk klien yang mengalami kecemasan. Tahun 1935 Guthrie mengemukakan beberapa teknik untuk menghapus kebiasaan maladaptiv termasuk kecemasan; dengan menghadapkan individu yang mengalami fobia pada stimulus yang tidak dapat menimbulkan kecemasan secara gradual ditingkatkan ke stimulus yang lebih kuat menimbulkan ketakutan.
Desensitisasi sistematis pertama kali disebutkan sebagai suatu terminology dalam buku Joseph Wolpe tahun 1958 tentang Psychotherapy by Reciprocal Inhibition (Nietzel & Berstein, 1987). John Wolpe mengembangkan suatu hipotesis bahwa untuk menghilangkan respon yang tidak dikehendaki dapat dilakukan dengan counter conditioning , menunjukkan individu dalam situasi belajar baru dengan memasangkan pengalaman yang tidak menyenangkan dengan pengalaman yang menyenangkan (Martin & Pear, 2003). Wolpe (dalam Corey, 2005) juga mengatakan bahwa systematic desensitization adalah teknik terapi untuk segenap tingkah laku neurotic yang merupakan ungkapan atau symptom dari kecemasan dan bahwa respon kecemasan dapat dihapus oleh penemuan respon-respon yang secara inheren berlawanan dengan respon tersebut. Dengan pengkondisian klasik, kekuatan stimulus penghasil kecemasan dapat dilemahkan dan gejala kecemasan  dapat dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus.
3.    Ciri -  Ciri Desensitisasi Sistematik
Adapun ciri-ciri desensitisasi sistematik itu sendiri adalah :
a.       Pemusatan perhatian pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
b.      Kecermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment
c.       Perumusan prosedur treatment yang spesifik yang sesuai dengan masalah
d.      Penaksiran obyektif atau hasil-hasil terapi.

4.    Tujuan Desensitisasi Sistematik
Tujuan dari desensitisasi sistematik itu adalah menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap tingkah laku adalah dipelajari. Ada beberapa kesalahpahaman tentang tujuan desensitisasi sistematik, antara lain :
a.         Bahwa tujuan desensitisasi sistematik semata-mata menghilangkan gejala suatu gangguan tingkah laku dan setelah gejala itu terhapus, gejala baru akan muncul karena penyebabnya tidak ditangani.
b.        Tujuan klien ditentukan dan dipaksanakan oleh desensitisasi sistematik (terapi tingkah laku).

5.    Prosedur Pelaksanaan Desensitisasi Sistematik
Desensitisasi sistematik menggunakan teknik relaksasi. Cara yang digunakan dalam keadaan santai, stimulus yang menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Pemasangan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.
Desensitisasi diarahkan kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan.  Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam menuju yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respon kecemasan itu terhapus. Dalam teknik ini, Wolpe telah mengembangkan suatu respon relaksasi; yang secara fisiologis bertentangan dengan kecemasan , yang secara sistematis diasosiasikan dengan aspek-aspek dari situasi yang mengancam.
Prosedur pengkondisian desensitisasi sistematis:
  1. Desensitisasi sistematis dimulai dengan suatu analisis tingkah laku atas stimulus-stimulus yang dapat membangkitkan kecemasan dalam suatu wilayah tertentu, seperti penolakan, rasa iri, ketidaksetujuan atau fobia. Disediakan waktu untuk menyusun suatu tingkatan kecemasan-kecemasan klien dalam area tertentu.
  2. Terapis menyusun suatu daftar yang bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan atau penghindaran. Tingkatan dirancang dalam urutan dari situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah hingga situasi yang paling buruk yang dapat dibayangkan oleh klien.
  3. Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi, dan lambat laun pengendoran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelum latihan relaksasi dimulai, klien diberitahu tentang cara relaksasi dalam kehidupan sehari-hari, dan cara mengendurkan bagian-bagian tubuh tertentu.
  4. Latihan relaksasi berdasarkan teknik yang digariskan oleh Jacobson dan diuraikan secara rinci oleh Wolpe. Pemikiran dan pembayangan (imagery) situasi-situasi yang membuat santai seperti duduk di pinggir danau atau berjalan-jalan di taman yang indah sering digunakan. Hal yang penting adalah bahwa klien mencapai keadaan tenang dan damai. Klien diajari bagaimana mengendurkan segenap otot dan bagian tubuh dengan titik berat pada otot-otot wajah. Otot-otot tangan terlebih dahulu, diikuti oleh kepala, leher dan pundak, punggung, perut, dada dan kemudian anggta-anggota badan bagian bawah. Klien diminta untuk mempraktekkan relaksasi di luar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit lamanya setiap hari. Apabila klien telah dapat belajar untuk santai dengan cepat, maka prosedur desensitisasi dapat dimulai.
  5. Proses desensitisasi melibatkan keadaan di mana klien sepenuhnya santai dengan mata tertutup. Terapis mencerikan serangkaian situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi yang diceritakan oleh terapis tersebut. Situasi yang netral diungkapkan, dan klien diminta untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi  didalamnya. Jika klien mampu tetap santai, maka dia diminta untuk membayangkan situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Terapis bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai klien menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Kemudian relaksasi dimulai lagi, dan klien kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi yang diungkapkan terapis. Treatmen diangggap selesai apabila klien mampu untuk tetap santai ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.

Tidak ada komentar: